Sabtu, 01 Februari 2014 sebuah diskusi hangat “Rhapsody”
hadir di tengah-tengah Bamboo Dimsum Radio Dalam, Jakarta Selatan.
Sekitar tiga puluh orang turut menghangatkan suasana diskusi. Diskusi
klub buku kali ini dipimpin oleh seorang moderator yang juga berteman
baik dengan sang penulis, yakni Mia Fiona. Mia membuka diskusi dengan
subjudul dari Rhapsody, ‘selalu ada alasan untuk pulang’. Mahir Pradana menjelaskan
bahwa sejauh apapun kita pergi menjauh dari kota asal, akan selalu ada
alasan untuk pulang ke rumah. Proses pencarian kata ‘selalu ada alasan
untuk pulang’ ini menghabiskan waktu dua bulan.
Rhapsody, yang berarti
irama kebahagiaan ini punya proses yang cukup panjang. Penentuan judul
buku ini melalui beberapa nama, mulai dari Dream Together, Makassar
Paradise, Istana Langit sampai akhirnya kepada Rhapsody, ide sang
editor. Lalu, Makassar Paradise yang merupakan ide dasar dari Rhapsody
ini terinspirasi dengan Hostel Helter Skelter di Berlin. Sebuah hostel
yang menjadi mimpi dari tokoh utama dilatarbelakangi oleh pemilik hostel
nyentrik yang ditemui langsung oleh Mahir. Faktanya, hingga kini belum
ada hostel yang nuansanya benar-benar tergambar di Makassar Paradise.
Label Makassar Paradise sendiri diambil dari judul lagu Coldplay,
Paradise. Makassar, yang memang menjadi setting tempat Rhapsody diambil
Mahir karena Mahir Pradana adalah seorang laki-laki Makassar, yang
sangat mengenal daerah itu.
Diskusi berlanjut mengenai
karakter-karakter yang muncul di dalam Rhapsody. Berbeda dari penulis
lain, Mahir Pradana dengan khasnya menciptakan setiap karakter yang
dimunculkan di setiap bukunya, terutama dalam Rhapsody ini. Abdul Latif
Said atau yang dikenal dengan Al diceritakan sebagai tokoh utama yang
bermimpi memiliki sebuah hostel yang nyaman untuk para traveler yang
berkunjung ke tanah kelahirannya, Makassar. Al tentunya terisnspirasi
dariseorang Mahir Pradana sendiri. Mimpi-mimpi Al sebenarnya refleksi
dari mimpi-mimpi Mahir sendiri, kecuali untuk Makassar Paradise, hanya
Al yang memiliki mimpi ini. Nama Abdul Latif diambil Mahir, karena
berciri khas Indonesia juga sebagai plesetan, “Abdul Latif itu
menggambarkan laki-laki Indonesia, dengan panggilannya Si Al (baca:
sial)." Miguel Luis Carrion Martinez, seorang Spanyol yang muncul
tiba-tiba dan akhirnya menjadi kakak ipar Al ini terinspirasi dari teman
sepermainan Mahir Pradana. “Namanya sama-sama Miguel, sama-sama berasal
dari Spanyol dan sama-sama supel orangnya” Mahir menjelaskan. Mahir
bercerita bahwa dia memiliki dua orang teman ketika di Swiss, yaitu
Miguel dan Jose yang selalu postive thingking. Hingga Mahir menciptakan
seorang Miguel dengan sifat yang sama persis dengan Miguel dan Jose.
Nama Miguel sebenarnya perpaduan antara nama Miguel dan nama belakang
Jose. Lalu Bambang atau lebih dikenal dengan sapaan Bebi. Seorang banci
Makassar yang sangat kental okkotsnya ini diciptakan Mahir karena ingin
memunculkan sosok sidekick yang terinspirasi dari karakter Emon-nya
Catatan si Boy.
Simon, seorang tour guide yang didatangkan Mahir
untuk mempromosikan Makassar. Melalui Simon ini, Mahir memperkenalkan
metode “Free Tour Guide” sambil menyisipkan kepariwisataan Makassar.
Free tour guide ini memang benar ada, di mana seorang tour guide akan
mengantar rombongan tur dan bercerita mengenai sejarah terkait
lokasi-lokasi bersejarah di suatu kota, jika puas wisatawan bisa
memberinya tips secara sukarela jika tak puas tak usah bayar. Mahir
menemui metode ini di Praha. Nadia, seorang gadis yang mengisi hari-hari
Al selama di Eropa diceritakan Mahir sebagai konflik cinta Al. Cerita
cinta Al-Nadia terinspirasi dari kisah-kisah cinta anak muda pada
umumnya. Siti Zulaikha Said atau Siska, kakak perempuan Al yang terpaut
sepuluh tahun ini digambarkan sebagi sosok perempuan yang bitter dan
suicidal. Karakter Siska ini diambil dari karakter-karakter di
sekelilingnya. Sari Desiana, teman SMP Al yang menjadi cinta terakhir Al
ini terlahir dari ‘Sari’-nya Mahir. Karakter-karakter Sari
ditumbuhkembangkan Mahir sesuai dengan ‘Sari’ sesungguhnya dan kisah
cinta yang dialami Al juga hampir sama dengan yang dialami Mahir.
“Rhapsody
ini berkomposisi 60% fiksi dan 40% fakta, bagian mana yang fiksi dan
bagian mana faktanya?” tanya Ayu, salah seorang peserta diskusi. Mahir
menjelaskan bahwa fakta yang tersusun di Rhapsody ini lebih banyak
berupa gambaran-gambaran keunikan setiap kota yang diangkatnya,
mimpi-mimpi Al tentang keinginannya membahagiakan kakak perempuannya
juga tentang kisah cintanya dengan Sari. Sementara sisanya adalah fiksi,
seperti Hostel Makassar Paradise yang belum pernah ada di Makassar.
‘Banco de Favores’, konsep bank budinya Paul Coelho yang diangkat Mahir
ini menjadi pertanyaan Jul, salah seorang peserta diskusi. Dia bertanya
mengapa dia mengangkat konsep tersebut padahal belum tentu pembaca
Rhapsody juga pembaca The Zhahir-nya Paul Coelho. Mahir lalu bercerita
bahwa, cerita Al yang berjumpa dengan Agatha Carrion memang benar-benar
terjadi pada dirinya. Hanya latar tempat, nama belakang Agatha dan orang
yang terlibat yang berbeda. Kalau Al mengalami kejadian itu di Berlin
dan sendirian mengangkat lemari besar itu, Mahir mengalaminya bersama
tiga orang temannya di Paris. Awalnya, Al dan Mahir sama-sama enggan
untuk menolongnya, karena memang wanita itu orang yang tidak dikenalnya
namun pada akhirnya keduanya membantunya dengan ikhlas. Al mendapat
balasan kebaikan itu melalui Miguel, anak laki-laki Agatha. Sejak saat
itu, Mahir percaya bahwa setiap kebaikan yang kita lakukan kepada
seseorang merupakan tabungan yang suatu saat dapat kembali ke kita
sendiri melalui orang lain. Inilah yang kemudian diadaptasi ke dalam
Rhapsody melalui Al, Agatha dan Miguel.
Selain
karakter-karakternya yang digambarkan kuat oleh Mahir, Rhapsody ini juga
dihiasi dengan syair-syair lagu pembuka di setiap awal cerita juga
disisipi Lesson of Life. “Saya sebenarnya lebih suka Snow Patroll” kata
Mahir. Syair-syair lagu Coldplay diangkat Mahir karena nama hostel
Makassar Paradise diambil dari judul lagu Paradise-Coldplay. Mahir
membuat Al mencintai Coldplay yang pada akhirnya juga mencintai Snow
Patroll. Lalu Lesson of Life yang disisipkan dicerita diambil dari
pengalaman-pengalaman hidup pribadi seorang Mahir Pradana. Syair lagu
dan Lesson of Life ini menjadi ciri khas Rhapsody dari buku sebelumnya.
Diskusi
semakin seru dengan pertanyaan-pertanyaan unik seperti pertanyaan
Selvi, “Di Rhapsody ini, Mahir menciptakan tokoh utama seorang cowok
bernama Al, mungkinkah di buku-buku selanjutnya Mahir akan melahirkan
tokoh utama cewek?”. Pertanyaan sekaligus tantangan ini ditanggapi Mahir
dengan serius. Mahir sudah berencana dan akan mencoba membuat cerita
dengan tokoh utama seorang cewek. Mahir juga mengaku kesulitan dalam
menciptakan tokoh utama cewek. “Penciptaan karakter-karakter cewek SMA
buat saya agak sulit. Tapi saya akan coba.” “Dan memang agak sulit untuk
seorang penulis menciptakan sekaligus menginterpretasikan karakter
lawan jenisnya menjadi tokoh utama. Leila S. Chudori memang berhasil
dalam Pulang-nya namun levelnya sudah tinggi. Ada juga yang pernah
membuat seperti itu, hanya rasanya bisa dibayangkan sendiri kalau ada
seorang tokoh cowok macho tapi Beyonce jadi soundtrack hidupnya. Tak ada
salahnya sih, namun…. Ya bisa dibayangkanlah.” Jelas Mahir sambil
senyum-senyum.
“Penulis favorit Mahir siapa? Dan apakah penulis
ini berpengaruh besar dalam karya-karya Mahir?” tanya Harun, peserta
diskusi klub buku. Mahir menjawab, salah satu penulis favoritnya adalah
Nick Hornby. “Rhapsody ini sedikit banyak dipengaruhi oleh High
Fidelity-nya Nick Hornby”. Penulis lainnya yang disebutkan adalah Aditya
Mulya dengan Jomblo-nya.
Pukul 3 sore, diskusi ditutup
dengan foto bersama Mahir Pradana. Semua peserta diskusi klub buku
Rhapsody tersenyum puas, puas berinteraksi langsung dengan Mahir Pradana
juga puas dengan dimsum-dimsum yang sangat lezat dan mengenyangkan.
Semoga bermanfaat!! Trims. :)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar