Hari Sabtu, tanggal 2 Juli 2011 lalu, kami mengadakan acara kunjungan ke Perpustakaan Kota Yogyakarta. Acara ini semacam ajakan untuk kembali ke perpus. Selama ini, banyak orang beranggapan bahwa perpustakaan umum adalah setumpukan buku jarang terjamah yang menyeramkan, kaku, dan membosankan. Nah, Perpustakaan Kota Yogyakarta yang punya moto “Boleh Ribut Asal Pakai Celana” ini bisa dibilang jauh dari kesan tadi. Suasana perpus sangat dinamis. Saat kami berkunjung, di halaman perpus ada sekelompok anak SD sedang berlatih mendongeng. Mereka terlihat pede saat memerankan karakter dalam dongeng tersebut.
Sekitar pukul sepuluh, 22 pemerhati perpus berkumpul di lantai dua untuk berdiskusi. Dari Perpus Kota ada Pak Tri, Mbak Ratri, Mbak Esti, dan Mbak lia. Mereka berganti-gantian bercerita tentang kegiatan Perpus Kota dengan moderator Lutfi dari Goodreads Jogja.
Perpus Kota ini memiliki prinsip orang akan mulai membaca jika melihat buku. Untuk itu, mereka mulai mengajak masyarakat umum untuk datang ke perpus dengan berbagai kegiatan. Pengelola Perpus Kota ingin supaya perpustakaan memiliki ruh, tidak sekadar gedung besar dengan tumpukan buku berdebu karena orang malas datang. Uniknya, beberapa acara yang diselenggarakan Perpus Kota tidak ada hubungannya dengan buku dan membaca. Mereka pernah menyelenggarakan acara seperti main gerabah, kelas memasak hingga senam bersama! Dengan mengadakan berbagai acara yang mengundang masyarakat umum, harapannya pengunjung tertarik untuk kembali dan nantinya akan menjadikan perpus sebagai sumber belajar. Perpus Kota secara rutin juga menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti bulan buku, festival literati, penerbitan bulletin, mobil perpustakaan keliling, dan liburan di perpus.
Saat ini, Perpustakaan Kota yang memiliki 21.000 eksemplar buku rata-rata dikunjungi 350 orang tiap harinya. Beda dengan perpustakaan lain, mereka menyumbangkan buku-buku yang tidak tersentuh supaya bukunya tetap baru dan terbaca. Pengadaan koleksi terjadi satu tahun sekali. Pengunjung boleh merekomendasikan buku tapi nanti pengelola perpus akan membeli buku berdasar kebutuhan. Saat ini, Perpustakaan Kota memiliki Bank Buku. Mereka menerima buku untuk disumbangkan. Lalu ada Blind corner untuk penyandang tuna netra. Penggunanya bisa men-scan buku dan mendengarkan isi buku tersebut dengan software Jaws.
Peserta terlihat antusias mengikuti sesi Tanya-jawab. Andre dari Perpus Kolam Bebek menanyakan cara meminta donasi buku dari perpus kota dan permohonan bantuan untuk melatih pengelola perpus cara mengkategorikan buku. Perpus kota menerima permohonan penambahan buku, tapi untuk melatih pengelola perpustakaan komunitas yang wilayahnya di luar Kota Yogya, Perpus Kota tidak memiliki kewenangan untuk itu. Hal ini disesalkan oleh Mumu dari 1001 Burung. Ia sempat tertarik supaya perpus kota memberi bimbingan teknis pengelolaan perpus untuk komunitasnya yang ada di luar kota Yogya.
Pada sesi tanya jawab, Natty juga sempat curhat mengenai syarat peminjaman buku yang harus meninggalkan KTP. Menurutnya syarat tadi sangat memberatkan karena KTP sering digunakan untuk hal lain. Pengelola perpus menjawab jika kartu identitas memang harus ditinggal sebagai jaminan buku supaya kembali. Tapi, saat ini KTP bisa diganti dengan identitas lain. Namun, untuk koleksi tertentu, peminjam harus meninggalkan KTP. Pengelola perpus juga bercerita dalam kurun waktu 3 tahun, ada sekitar 5% koleksi mereka yang tidak kembali. Untuk peminjaman buku di sini batas peminjaman buku adalah 1 minggu, yang bisa diperpanjang maksimal 1 minggu. Jika telat mengembalikan, peminjam akan didenda Rp 200 per buku per hari.
Di acara kali ini, David dari Papua yang sedang menempuh S2 Perencanaan Kota di UGM, menyatakan ingin saat pulang ke Papua nanti bisa menerapkan pola perpus kota ini di sana.
Setelah hampir dua jam berdiskusi, pihak perpus memberikan dua buah buku. Pertama diberikan kepada David yang menjadi peserta aktif diskusi dan Iyut yang sudah mengontak perpus kota untuk acara ini. Setelah itu semua peserta ber foto bersama.
Rombongan kemudian diantar berkeliling perpus kota untuk melihat perpus yang ramai. Setelah itu, acara kopdar berlanjut di lantai dua. Seperti biasa, selalu ada acara perkenalan karena tiap pertemuan pasti ada anggota baru. Kali ini ada 3 anggota baru. Selain David, ada Sita dan Diani.
Acara perkenalan dilanjutkan dengan games yang dipandu oleh Niken 002. Yang pertama, seluruh peserta diminta menggambar sifatnya, hobinya, dan artis sinetron favoritnya. Banyak yang salah menebak. 9 orang teman kemudian dibagi menjadi 3 kelompok dan lomba menyusun batang korek api di atas tutup botol minuman. Games ini dimenangkan Kurnia, Lora, dan Meita. Masing-masing mendapat sebuah buku.
Ditulis oleh: Lutfi dan Uci
05/07/11
Laporan Pandangan Mata (LPM): Kunjungan ke Perpustakaan Kota Yogyakarta “Boleh Ribut Asal Pakai Celana”
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
1 komentar :
dengan adanya penyelenggraan acara tersebut maka dampak positif nya akan bagaimana gan ?
Posting Komentar